tribunnews.com

Pembicaraan mengenai perempuan sangat menarik, tidak ada habisnya untuk di perbincangankan. Perempuan mungkin tidak bisa seluruhnya menduduki “Hight Profil”, namun isu-isu yang menyangkut perempuan seperti kedudukan, peranan, kegiatan, kesetaraan, dan kemandiriannya masih menjadi isu yang kontroversial dan emosional. Sebelum perkembangan abad ke-20, perempuan tidak bisa disejajarkan dengan laki-laki dalam hal apapun, khususnya pendidikan. Perempuan hanya bertugas di dalam rumah, sebagai istri yang baik, tanpa adanya kebebasan baik dalam pikiran maupun tingkah laku sebagai manusia seutuhnya yang diberikan potensi.

R.A Kartini yang kemudian disebut sebagai Kartini merupakan salah satu tokoh pejuang emansipasi perempuan, karena kepahlawanannya untuk menyuarakan perempuan dan juga pergerakannya, beliau di nobatkan sebagai pahlawan Republik Indonesia. Setiap tanggal 21 April di peringati sebagai Hari Kartini.

Siapa Raden Ajeng Kartini?

Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah pada 21 April 1879 atau Rabi’ul Akhir tahun Jawa 1808. Ia lahir dari sepasang suami istri bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A. Ngasirah. Pada saat kartini lahir, ia sudah memiliki “darah biru” dan juga “darah pesantren”. Ayah Kartini atau yang sering di panggil Sosroningrat merupakan seorang bupati yang berpendidikan tinggi. Beliau merupakan orang yang pandai menulai dan pandai dalam Bahasa belanda,. Dan ibunya, Ngasirah merupakan seorang anak dari Taluwakur, Jepara. Karena itu, Kartini memiliki hak untuk menggunakan gelar Raden Ajeng yang merupakan gelar kebangsawanan.

R.A Kartini merupakan anak kelima dari kesebelas saudaranya, baik kandung maupun tiri. Kartini merupakan anak perempuan paling tua diantara saudara-saudara kandungnya. Kakak R.A Kartini, Sosrokartono merupakan orang yang pandai dalam bidang Bahasa. Kartini bersekolah samapi usia 12 tahun di ELS (Europese Lagere School) yang merupakan sekolah yang didirikan untuk ornag-orang belanda dan bangsawan. Pada saat Kartini bersekolah. Kartini mengalami dikriminasi oleh guru-gurunya. Kartini menceritakan hal itu kepada Stella Zeehandellar yang merupakan salah satu sahabatnya, ia menulis. “Para orang Belanda itu menertawakan sserta mengejek keobodohan kami, hendak namun kami berupaya maju. Setelah itu mereka mengambil prilaku menentang kami. Aduhai ! Betapa banyak dukacita dulu pada masa kank-kanak di sekolahh, para guru serta banyak di anatara teman-teman mengambil prilaku permusuhan pada kami”.

Sejak kecil Kartini dididik dengan pendidikan Barat oleh Ayahnya dan berkawan dengan anak-anak Belanda. Namun, pendidikan itu tidak membuatnya menganut pemahaman orang kulit putih. Nasionalisme Kartini merupakan refleksi sosial yang kritis dari seorang perempuan Indonesia yang didasarkan pada religiusitas, kebijaksanaan, keindahan, dan kemanusiaan yang mengandung niali-nilai universal seperti, pendidikan, solideritas sosial, persatuan kaum muda, dan persamaan drajat.

Kartini meninggal pada usia 25 tahun dengan meninggalkan 4 anak. Penyebab Kartini meninggal masih belum diketahui, karena 30 menit sebelum meninggal kartin masih segar dan bugar, hanya mengeluh sakit perut, namun ketika didatangi dokter Belanda, perutnya malah meregang kejang hingga akhirnya meninggal pada 17 September 1904, empat hari setelah melahirkan anak ke emapatnya.

Peran Seorang Kartini Bagi Negara dan Perempuan?

Raden Ajeng Kartini adalah seorang pejuang pendidikan, bagi Kartini pendidikan sudah menjadi hal penting dan mengakar kuat dalam keluarganya. Kartini memiliki beberapa shabat yang merupakan orang berkebangsaan Belanda, salah satunya bernama Nyonya Abendanon. Kartini Sering mengirim surat dan bertukar cerita dengan sahabat-sahabatnya yang merupakan orang-orang Belanda. Di dalam surat yang ditulis oleh kartini, ia menceritakjan berbagai macam hal seperti kegelisahannya mengenai situasi sosial, adat, dan kultur yang mengekang bumi putra untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Sebagian besar surat-suratnya berisi tentang pendapatnya mengenai perempuan yang mempunyai peran besar dalam memajukan perdaban dunia dan ketertarikannya dengan gerakan-gerkan emansipasi eropa. Di dalam suratnya, Kartini juga menceritakan keprihatinannya mengenai buta huruf yang dialami perempuan karena tidak tersedianya pendidikan yang tinggi dan pantas bagi perempuan.

Kartini berpendapat bahwa pendidikan perempuan merupakan pendidikan yang sudah seharusnya diterima oleh perempuan tidak peduli kaya, miskin, status social, ras, dan juga yang lain. Bukan hanya laki-laki saja yang dapat menempuh pendidikan setinggi mungkin, perempuan juga berhak dan bisa menempuh pendidikan yang mereka inginkan.

Konsep pendidikan untuk perempuan yang diajukan Kartini didasarkan pada kisah perjalanan hidup dan pandangan terhadap lingkungan dan kehidupan ia alami. Kartini merupakan salah seorang perempuan yang memiliki kecerdasan dan pendidikan yang layak, sehingga ioa memiliki suatu pemikiran bahwa hal yang sangat penting bagi orang adalah pendidikan karena pendidikan berperan penting dalam memajukan bangsa dan negara. Kartini yang mengalami banyak hal dalam menjalani pendidikannya membuat ia memiliki tekad yang kuat untuk mengubah pendangan semua oran akan pentinganya pendidikan.

Kartini dan adiknya Rukmini pada tahun 1903 membuka sekolah. Mula-mula muridnya hanya 9 orang, sedikit demi sedikit muridnya bertambah. Materi yang diajarkan berupa membaca, menulis, menjahit, merenda, dan sebagainya seperti konsep pendidikan yang digagas Kartini tanpa melibatkan kurikulum pemerintah, Karen tujuan Kartini bukan hanya memberikan pendidikan umum saja melainkan pula pendidikan budi pekerti. Sekolah Kartini juga di buka di Rembang setelah Kartini menikah dan mengikuti suaminya. Namun pada akhirnya sekolah Kartini harus dibubarkan karena kekurangan dana finansial.

Referensi:

 

Maulana, Y. P. (2020, April 21). TribunManado.com. RA Kartini Meninggal Usia Muda 25 Tahun, 30 Menit Masih Segar Bugar, Anak Baru 4 Hari, pp. 1-4.

Muthoifin, M. A. (2017). Profetika. PEMIKIRAN RADEN AJENG KARTINI TENTANG PENIDIDKAN PEREMPUAN DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENIDIDIKAN ISLAM, 36-47.

Tia Amanda Pratiwi MD, H. (2021). EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN. Pemikiran Kartini Mengenai Pendidikan Perempuan, 562-568.